Hai, sebelum
memulai review kali ini, ada hal yang perlu disampaikan. Blog ini dikelola oleh
dua orang: saya, Tila, dan sahabat saya, Galih a.k.a. mas Dono. Emmmm.. kita
berdua perempuan. Jadi setiap artikel yang diposting bisa merupakan review
gabungan kita berdua atau review sendiri-sendiri. Mas dono, nanti kita adakan
postingan khusus perkenalan yaaa.. Enjoy guys! ^.^
Kemarin, saya
dan Galih, berniat jajan di hari terakhir
sebelum puasa. Sebenernya gak perlu nunggu puasa pun kita hobi jajan, hari
terakhir puasa cuma alasan yang diada-adain saja, begituuu. Galih datang menjemput
dengan baju overall merah dan kerudung merah, yang mengingatkan saya pada
tungau (tengu dalam bahasa Jawa) dan
kemudian beliau memainkan drama yang berjudul Hp ketinggalan sehingga harus pulang
ambil Hp (fyi, dia memang tipe anak kekinian yang otak hanya bisa jalan klo
pegang hape). Sesudah drama tersebut tamat, kita cuss keluar menuju ke tempat
yang memang sebelumnya sudah disepakati, Mini Café Aldente.
Mini Café
Aldente beralamat di Jl. Brigjend Encung, Purwokerto (untuk nomor dan RT RW-nya
belum sempet ditanyakan, semoga mas Dono bisa menambahkan). Bagi anak gaul
Purwokerto pasti paham, lokasinya ada di depan gerbang perumahan Griya Satria
(??), depan café Obamb, berdempetan dengan Sawung Mas. Mini Café
Aldente buka mulai jam 12.30 untuk weekday
dan buka juga di weekend. Jam buka Aldente bisa dibilang cukup siang
untuk ukuran saya dan Galih yang hasrat jajan selalu datang sebelum jam 9 pagi.
Tapi mungkin itulah yang membedakan mini Café dan warteg.
Tempatnya
sebenernya tidak terlalu luas, tipikal kafe kecil (café baru buka). Justru
karena ukurannya yang mungil menyebabkan kesan ‘crowded’ bisa dibuang jauh-jauh. Untuk ukuran café mini, Aldente
cukup cozy buat temen-temen yang
memang doyan kongkow. Interior di dalemnya bagus, dominasi warna merah maroon
dan kursi meja dengan warna natural coklat kayu yang memberikan kesan hangat.
Yang menarik perhatian saya, ketika pertama kali masuk adalah hiasan tembok
yang terbuat dari sulaman kain. Satu bagian tembok dipenuhi dengan berbagai sulaman
kain yang belum dilepas dari pembidangnya.
|
Cantik sekali!! |
Hanya saja peletakan
LCD TV di bagian tembok, sangat mengganggu pemandangan. Bagian tembok
lain ada yang dipenuhi dengan kaset tape yang memberikan kesan vintage, tetapi masih belum bisa menarik
perhatian saya (yang masih kesel sama LCD TV). Hal lain yang cukup kreatif
adalah penggunaan parutan besi yang dipakai sebagai kap lampu dilangit-langit.
Kok ya kepikiraaaann gitu pake parutan.
Menu di
Aldente sebenarnya standar café yang menunya gak jauh-jauh dari pasta, toast, pancake dan beberapa beverages seperti shake dan softdrink
punch. Yang agak nyleneh adalah eksistensi dimsum di buku menu. Entah karena
namanya Aldente sehingga saya mengharapkan lebih banyak variasi pastanya, tapi
ternyata variasi dimsumnya lebih buanyaaakk pemirsaaahh.. Jadi saya sempet
bingung sendiri. Rasanya sangat bertentangan dengan hati nurani ketika saya ke
tempat makan yang namanya amat sangat Italia, tapi pesennya dimsum.. krik krik
krik.
Akhirnya saya
memutuskan pesen pasta Bolognaise dan Galih pesen pasta Alfredo. Untuk minumannya
saya hanya memesan air es saja. Galih yang penasaran memesan minuman warna
merah dengan lemon dan hiasan strawberry diatasnya (kamu pesen apa sih lih?
Lupa aku).
Selain itu
kita juga memesan kue cubit (biar kekinian). Yang sebenarnya kue cubit ini
malah bisa jadi signature dish dari Aldente. Soalnya di tempat lain di
Purwokerto belum nemu yang menyajikan kue cubit. Paling pol kue cubit depan
esde.
Minuman datang
cukup cepat, kemudian disusul oleh kue cubit. Tapi harus menunggu es batu
meleleh dan kue cubit abis dulu baru makanan kita datang. Jadi buat temen-temen
sebaiknya jangan datang dalam keadaan kelaparan, karena hampir 45 menit kita
menunggu hanya buat dua menu pasta. Dua lho ya duaaaa. Apa kabar kalo kita
dateng berlima, bisa sampe Prabowo balikan lagi sama mantannya, pesenan baru
dateng.
|
|
Kue cubit
original yang kita pesan dibuat setengah matang, untuk toppingnya saya pilih
milo bubuk dan frooty loops. Kue cubitnya sendiri tidak terlalu istimewa, entah
untuk rasa lain, karena ada berbagai rasa, termasuk green tea yang lagi ngehits
dimana-mana. Taburan milo bubuk pun tidak menambah keistimewaan kue cubit saya,
karena ditaburkan seadanya, bubuk milo terkumpul semua ditengah. Harusnya ya
merata gitu di semua permuakaan si kue cubit. Jadi waktu sampai di meja
pelanggan, udah kaku aja itu si bubuk milo. Froot loops itu sejenis sereal
berbentuk donut mini warna-warni dengan berbagai macam rasa buah. Kue cubit
topping froot loops juga biasa saja, Galih bilang froot loops’nya melempem.
Tapi ya dimaklumi karena terkena adonan panas pasti sereal bakal melempem.
Walaupun makan dengan mulut penuh kritik, tapi tetap saja langsung abis begitu
kue cubitnya dateng.
|
Cubit Froot Loops |
Kemudian
pesanan datang, jeeng jeeeenngg.. pasta Bolognaise yang seperti saya bayangkan
sebelumnya. Tipikal pasta Bolognaise, dimana temen-temen bisa buat sendiri
dengan bahan-bahan yang bisa dibeli di Indomart.
|
That’s all, nothing special |
Kita berdua cukup penasaran dengan
pasta Alfredo yang dipesan Galih. Begitu si Alfredo datang dan kita icip,
langsung muncul pertanyaan “kok sama kaya carbonara yang kita makan di Café
sebelah?”. Alfredo di Aldente merupakan pasta dengan cheesy cream yang cukup thick
dan kemudian ditaburi dengan keju parut, serta ada beberapa potong daging asap
didalamnya. Ini benar-benar seperti carbonara yang pernah saya makan di Café
lain. Kita bukan ahli pasta, kita makan opor aja klo cuma lebaran, jadi CMIW
apakah memang begitulah pasta alfredo atau adakah yang salah dengan carbonara
yang saya makan di Café sebelah?
|
Pasta Alfredo yang bikin dejavu |
Mas dono,
silahkan review minuman anda, saya belum menemukan ungkapan-ungkapan yang tepat
untuk minuman anda selain ‘merah’.
Halo, saya mas dono. Seperti mas kasino,saya juga gak bisa nemuin kata yang cocok untuk minuman yang dipesan saya selain “merah”.
Saya bukan
penggemar makanan manis, jadi saya pesan easter sensatio dengan harapan dapet minuman yang manis namun ada sem asemnya. Sebenarnya si bisa, nongkrong di fakultas kedokteran trus liatin
mahasiswa kedokteran tu banyak yang seger kan.
Anyway, menurut saya easter sensation ini gak ada sensationnya. Kalo bisa dibilang, gak seger. Cuma kerasa
manis doang. Entah sirop strawberry merek apa gitu yang mereka pake.
Manisnya bukan kaya manis di awal doang abis itu ditinggalin. Bukan itu. Tapi
semacam manis kalo minum es sirop di dalem gelas ukuran sedeng yang siropnya
kebanyakan dan airnya dikit. Kek gitu lah, bukan kemanisan tapi enek.
Di dalem es sirop saya ini dikasih lemon yang ga ngaruh apa-apa. Padahal, saya kira bakal ada acem acemnya dikit pake tambahan lemon. Sama strawberry nangkring satu
di atas gelas. Salam
In conclusion, apakah kita berdua mau
kembali ke Aldente dan mencoba menu lain? Kalau saya, coba yang lain dulu deh,
gak tau klo mas Anang (kok jadi mas Anang?). Karena insiden 45 menit makanan
baru datang cukup mengoyak perut kelaparan kita. Tapi kalo lagi pengen pasta
atau toast dengan harga cukup murah ya Aldente bisa dijadikan pilihan. Harga
pasta di Aldente masih terjangkau dan rasanya cukup buat temen-temen yang bukan
penggila pasta. Pilihan menu pun bervariasi dan tempatnya cukup cozy.
Yap, mungkin
itu yang bisa kita bagikan tentang Aldente Café. Review ini adalah murni pendapat
kita, tidak ada pengaruh atau campur tangan sponsor dari manapun, dan saya
mereview dalam keadaan sadar (walaupun dalam keadaan galau dan sedih karena
pacar saya sedang opname, maaf curhat..). Ok, see you guys in the next review.
Bye! (TL)