Halo,
saya Galih.
Waktu
pemerintah Jawa Tengah ngumumin lomba blog Visit Jawa Tengah 2015 dengan tema wisata
minat khusus, saya bingung. Pengin ikut tapi apa ya yang mau ditulis? Kebetulan
ini udah bulan Oktober ya, temanya kan Hallowen serem-serem gitu. Kita main
gelap-gelapan aja yuuuk..
Ga jauh dari Gua Jatijajar di Kecamatan Ayah. Gua Petruk ini khusus banget buat yang pengin petualangan, basah-basahan dan keluar keringat.
Bekal
untuk masuk ke gua ini cukup kaos lengan panjang, sandal gunung (kalau sandal
cantik/ jepit pasti putus), air minum dan siap basah-basahan. Komplek Gua
Petruk sepi waktu saya sampai. Hanya ada dua sepeda motor. Sebelumnya saya
sudah pernah ke Gua Petruk bareng IBU (hahaha), dan itu Cuma sampai 350 meter.
Karena kali destinationnya adalah Batu Payudara, yang artinya harus masuk 750
ke dalam. 750 meter itu batas masuk pengunjung dengan pakaian biasa. Artinya
tanpa peralatan macam sepatu boot, pakaian anti air dan perlengkapan jelajah
gua lainnya. Lebih dari 750 meter, peralatan yang dibawa harus lengkap.
Sebelum
sampai mulut gua, jalannya nanjak banget. Tapi ada anak tangganya kok. Komplek
Gua Petruk ini deket banget sama pemukiman penduduk. Jadi 100 meter dari pintu
masuk, bakal ketemu bocah-bocah kecil lagi mainan, ibu-ibu yang lagi nyuci,
sama truk milik pemerintah yang lagi ngisi air buat kebutuhan penduduk.
Kebetulan bulan ini lagi kemarau panjang. Dan air yang mengalir dari Gua Petruk
dimanfaatin buat kepentingan penduduk.
Sampai
di mulut gua, saya capek lho. Jalannya lumayan. Waaaaw mulut guanya lebar
banget. Masuk ke dalam kita langsung disambut bau guano (kotoran kelelawar). Di
bagian dalam sebelah kanan, sungai bawah tanah mengalir deras. Dikira sepi di
dalem, ternyata ada seorang bapak yang tinggal di sekitar komplek gua, sedang
mengumpulkan guano.
Jadi
350 meter pertama, lokasi pertama adalah aula gua yang besar banget. Di
langit-langit gua yang tinggi, kelelawar yang mungkin jumlahnya ratusan pada
bergantungan. Sementara di bawahnya, lantai gua jadi lembek penuh guano. Karena
banyak makhluk hidup disitu jadi hawanya pengap dan panas. Ga mengganggu banget
si kalau buat saya baunya. Menyengat iya, tapi yang jelas jadi panas. Sumuk
kalau orang jawa bilang.
di
sebelah kanan aula itulah tempat stalaktit yang kita tuju. Manjat dulu tapi,
lumayan curam jadi hati-hati ya. Di lokasi itu ada batu layon (mayat), batu
buaya, batu ayam telur, batu graham, sendang katak.
batuan ini bisa ditemuin di sebelah kanan komplek aula besar di 350 meter awal |
penerangan seadanya, hanya dibantu senter dan petromaks |
vandalisme yang ditemuin di dalam gua |
Maaf ya fotonya gelap dan seadanya, karena hanya
berbekal lampu petromaks dan senter. Kalau datang di hari minggu, gua bakal
lebih terang karena listrik dinyalakan. Listrik itu hanya sampai komplek 350
meter. Masuk ke dalam lagi, semua tergantung petromaks dan senter.
Lanjut
ke dalam, udaranya lebih dingin. Karena kelelawar kebanyakan memenuhi komplek
350. Hanya sedikit yang berada di dalam.
Semakin
ke dalam semakin banyak batuan yang dilalui. Beberapa kali, harus menyeberangi
sungai bawah tanah yang airnya dingin. Kepala merunduk jangan sampai kejedot
stalagmit. Kaki harus menapak dengan mantap supaya tidak terperosok batu. Kalau
masalah licin si tidak. Karena di dalam gua tidak terkena sinar matahari jadi
tidak ada lumut yang tumbuh. Cuma hati-hati saja dengan batuan di lantai gua.
Semakin
ke dalam semakin berdecak kagum. Saya melewati sendang yang bentuknya mirip
terasering. Berundak-undak. Waktu yang saya habiskan sekitar 1,5 jam.
nyebrang sungai bawah tanah |
taman gajah, karena batuannya mirip belalai gajah |
sendang yang bentuknya mirip terasering |
fnally, batu payudara. bentuknya (maaf) mirip payudara |
Satu
setengah jam saya berpetualang, basah-basahan, tidak takut kotor, belajar IPA sekaligus
geografi. Satu setengah jam saya mendapat pengalaman yang unik dan tentunya
berkualitas.
Selera
wisatawan, bukan cuma saya, sekarang ini pengin cari sesuatu yang baru, yang
khusus, yang hanya di tempat itu bisa saya dapat. Selera macam ini yang perlu
ditampung oleh pemerintah.
Saya
dan teman-teman saya (kami wisatawan domestik, yes), senang sekali kalau harus
datang ke tempat yang bersentuhan langsung dengan alam. Tidak mengapa kami
basah, kotor-kotoran. Tapi piknik kami bukan lagi piknik cantik yang datang,
foto-foto sekedarnya, beli oleh-oleh. Kami ingin dapat sesutau yang bisa kami
share di media sosial, eksis di instagram, cerita ke kawan lain kemudian datang
lagi untuk merasakan nikmatnya, tulis di blog. Bisa dibilang, wisatawan saat
ini berani membayar dengan harga mahal untuk kualitas pengalaman yang diperoleh
dari wisata.
Memang, caving memerlukan kondisi tubuh
yang prima, karena medannya bukan medan datar. Juga dibutuhkan peralatan
penelusuran yang memadai serta biaya yang tinggi. Padahal wisata gua mampu
memberikan keindahan, keunikan dan kebudayaan. Serta nilai jual yang tinggi.
Wisatawan bisa menikmati semuanya denga menjelajah gua.
Potensi gua ini perlu mendapat perhatian
besar dari pemerintah. Dengan wisata
petualangan penelusuran guasebagai obyek dan daya tarik pariwisatasangat besar
potensinya untuk menarikwisatawan domestikjuga luar negeri untuk
mengunjungigua-gua yang dijadikan sebagai obyekpariwisata. Pemandu saya juga
cerita kalau Gua Petruk ini sering dikunjungi bule-bule, mahasiswa dan para
pecinta alam dengan banyak tujuan. Umumnya tujuan ilmiah.
Keberadaan pengelola ini menjadi penting
sebagai pengawas juga menjaga. Saya cerita di awal kalau Gua Petruk
dimanfaatkan airnya oleh penduduk, juga kegiatan penelusuran gua oleh akademisi
kebanyakan. Agar seimbang. Tidak menutup kemungkinan, tanpa ada pengelolaan
yang jelas resiko kerusakan malah bakal mengancam. Gua bisa dibilang museum
alami akanrusak kalau pengelola mengesampingkan konservasi.
Gua harus dikaji lebih dulu komponen
yang dimiliki apakah sesuai untuk tujuan pariwisata. Gua Petruk dan Gua Barat
(salah satu gua alami yang membutuhkan peralatan lengkap untuk penelusurannya)
tentu memiliki daya tarik yang berbeda. Ornamen di dalamnya berbeda, bentuk
muka guanya berbeda, dan target wisatanya juga berbeda. letak gua yang berada
di komplekpemukiman penduduk juga akan mempengaruhi dalam tujuannya untuk
pariwisata.
Gua yang terletak di dekat pemukiman
penduduk juga akan mendatangkan dampak dalam kehidupan penduduknya. Penduduk
yang terlibat langsung ataupun tidak, juga akan mempengaruhi kelancaran pengembangan
gua sebagai objek wisata minat khusus. Keduanya bersimbiosis mutualisme. Dosen
saya pernah berkata keterlibatan masyarakat didalam wisata minat khusus penelusuran
gua dapat berupa keterlibatan yang termasuk dalam sistem pengembangan komunitas
atau sering disebut sebagai community development.
Semoga dalam pengembangannya nanti, gua menjadi
salah satu objek wisata minat khusus yang mampu dikunjungi banyak kalangan juga
dengan harga yang terjangkau. Saya pernah baca (lupa sumbernya), jadi katanya Gua
Petruk ini gua terindah di Nusantara. Cocoook, pantes banget. Banyak orang yang
harus tahu keindahan dalam gua Petruk.
Buat yang mau ngerasain feelnya dikit,
bisa intip video yang dibuat mas partner di bawah ini. Jangan lupa subscribe yak
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Visit Jawa Tengah Periode 5 ( 14 September - 10 Oktober 2015 dengan tema Wisata Minat Khusus