Saat mendengar gua, kita pasti akan membayangkan lorong
panjang, dingin, gelap di dalam tanah, ketika mendongak ke atas penuh dengan
stalagnit dan stalagmit runcing bagaikan tetes air hujan. Namun, saat saya
datang, gua ini jelas bersih bagian atasnya tanpa stalagnit dan stalagmit. Kok
bisa?
Saya dan partner, berangkat dari Purwokerto pukul 7 pagi.
Sampai di lokasi sekitar pukul 8 pagi. Kami memutar kebun strawberry di desa
Serang karena jaraknya lebih dekat. Jalur lainnya bisa lewat jalan yang mau ke
daerah Pemalang. Karena letaknya di lereng sebelah timur Gunung Slamet maka
hawa sejuk menyambut kami disini.
Mengapa gua Lawa tidak memiliki stalagnit dan stalagmit?
Gua Lawa termasuk gua vulkanik. Artinya, terbentuk dari lava
pegunungan yang meleleh. Kemudian mengalami pendinginan berjuta-juta tahun
silam. Proses ini yang membuat gua Lawa tidak memiliki stalagnit dan stalagmit.
Lawa raksasa di pintu gua |
Memasuki gua yang pintu masuknya dijaga oleh seekor lawa
(kelelawar) raksasa, kami kemudian turun ke bawah. Tidak usah takut licin
karena sudah ada tangga dan di samping kanan telah dipasang tangga warna-warni.
Setelah pintu masuk gua, kami disambut Batu Semar dan
replika lawa raksasa yang dipasangi lampu sebagai trademark gua lawa. Batu
Semar ini jika dilihat menyerupai Semar,
salah satu Punakawan.
Melewati jalan yang lebarnya satu meter, di sebelah kiri
sendang Waringin Seto dengan airnya yang dingin menyambut kita. Kemudian
melewati kelokan pertama ada komplek Istana Lawa yang berupa ruang agak lebar.
Jalan yang kami lalui tidak licin, karena lantainya sudah diplester.
Kemudian naik dua anak tangga, ada gua dada lawa. Di pintu
masuk gua ini lantainya masih basah dan liat, namun di dalamnya ada kolam yang
airnya (katanya) tidak pernah kering. Setelah gua dada lawa, lokasi berikutnya
lumayan luas karena ada tiga spot disitu. Sendang Derajat dan dua lekukan di
samping sendang. Daerah Jawa Tengah pada bulan ini mengalami kekeringan, mungkin
ini ada efeknya ke aliran air di gua ini. Karena sendang-sendang dalam gua ini,
debit airnya tidak banyak seperti biasanya. Air dalam Sendang Derajat ini boleh
diambil karena sudah disediakan gayung. Jangan heran kalau menemukan kelopak
bunga ada di dalam air sendang. Terlepas dari itu air dalam sendang ini
sejuknya bukan main. Segar.
Gangsiran Bupati Goentoer Darjono, berupa aula luas di dalam
gua ini jadi spot selanjutnya. Cahaya yang masuk di tengah aula bisa ditemukan
sekitar pukul 9, ketika matahari belum berada di atas kepala. Dinamai Goentoer
Darjono karen gua ini diresmikan oleh bupati Purbalingga saat itu. Setelah aula
ini, selanjutnya ada Lorong Panembahan.
Masuk lebih ke dalam, kita akan menemukan sendang lagi di
sebelah kiri. Dalamnya kurang lebih 1,5 meter. Naik ke atas kita akan menemukan
batu yang berbentuk seperti keris. Kemudian setelah melewati pintu kecil, ada
gua Langgar. Langgar oleh masyarakat Jawa biasanya merupakan tempat berukuran
kecil untuk bersembahyang. Tempatnya tidak seluas mushola, namun cukup untuk
menampung beberapa orang.
Turun dari gua Langgar, kita akan melewati jembatan kecil
yang berada di tengah kolam luas di tengah-tengah gua. Kedalaman kolam ini
sekitar dua meter. Sayangnya ketika kami datang, kolam ini hampir kering. Jika
lewat jembatan di atas kolam ini ketika penuh, ada sensasi horor. Saya membayangkan
ketika lewat, tiba-tiba ada makhluk air serupa duyung yang keluar.
Melewati jembatan kemudian kami naik ke atas. Disini
terlihat seperti pintu keluar. Namun ini merupakan jalan penghubung dengan gua
selanjutnya. Setelah jalan sambungan ini, gua berikutnya lebih kecil dan cahaya
matahari yang masuk ke dalamnya lebih banyak daripada gua utama.
Ini merupakan kali kedua saya datang ke gua Lawa. Gua
sepanjang 1,5 km ini berada di desa Siwarak Kecamatan Karangreja, Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah. Tiket masuknya relatif murah, Rp 15.000 untuk dua
orang dewasa.
Selain gua Lawa, juga ada Gua Lorong Kereta. Gua ini
diperuntukkan bagi mereka yang ingin caving karena gua ini masih belum
tersentuh penambahan jalan untuk mempermudah pengunjung. Berbentuk seperti
gerbong kereta. Harus didampingi pemandu dan peralatan standar karena medannya
yang bervariasi lorong sempit, berair, dan berlumpur.
zoom kepala sebelah kiri, oke mungkin itu kepala dikira makanan jadi ditemplokin ulet :( |
Area yang luas dan rindang juga objek wisata ini juga
tersedia area playground bagi anak-anak juga area camping. Tapi, hati-hati
dengan ulat dari pohon-pohon di sekitarnya. Gede banget. Sebelum pulang, sempat
ada satu ulat yang nemplok di kepala saya.
Yang ingin merasakan sepenggal Gua Lawa, ada di video ini:
Purwokerto, malem sebelum jalan-jalan lagi
Galih